Sabtu, 13 Maret 2010

Maulid Nabi dalam Dilema



Sejarah maulid Nabi SAW
Kalau kita menengok jauh kebelakang perayaan maulid ini tidak pernah diadakan pada masa kehidupan Rasulullah. Ini kemungkinan disebabkan karena pada masa itu Rasulullah SAW lebih banyak menghabiskan waktu beliau untuk berda'wah dan berperang memerangi orang-orang kafir yang senantiasa mencari celah untuk menghabisi beliau. jadi tidak ada waktu untuk mengadakan acara semacam itu. Baru zaman shohabat acara mauludan diadakan namun mereka melakukannya dengan cara individu seperti bersedekah, membaca sholawat dan yang lainnya, sebagaimana atsar (ucapan shohabat) yang berbunyi:
وقال ابو بك الصديق رضي الله عنه : من انفق درهما في مولد النبي صلى الله عليه وسلم كان رفيق في الجنة.
"Abu Bakar berkata: barang siapa yang menginfakkan satu dirham dengan tujuan memulyakan kelahiran Nabi SAW maka orang tersebut akan menjadi temanku di syurga"
Adapun orang yang pertama kali mengadakannya secara berjama'ah atau besar-besaran ini menurut sumber yang kami temukan adalah Sholahuddin al Ayyubi, pada waktu pemerintahan beliau di Mesir pada tahun 580 H/1148 M, dengan mengadakan semacam sayembara penulisan riwayat dan puji-pujian kepada Nabi Muhammad SAW.
Beliau mengadakan acara tersebut dengan tujuan untuk memompa semangat pasukannya yang kala itu sedang berhadapan dengan pasukan salib, dengan membacakan riwayat perjuangan Rasulullah SAW dan para shahabatnya dalam menghadapi orang-orang kafir. Sehingga mulai saat itu yang namanya maulid itu identik dengan pembacaan sirah (biografi) Nabi Muhammad SAW. Yang mana dalam sayembara tersebut muncullah sebuah kitab yang bernama Iqd al-Jawahir karya syekh Ja'far Shodiq al Barzanji sebagai pemenang, yang di Indonesia dikenal dengan sebutan kitab al barzanji. Yang sampai sekarang masih tetap eksis mengisi setiap acara yang bertema maulid Nabi SAW, disamping kitab-kitab yang lain semacam maulid dziba'i oleh syekh Imam Jalil Abdurrahman, Simtuth Duror oleh Al Habib Ali bin Muhammad Al Habsy, burdah al madih oleh syekh Muhammad al Busyiri dan lain-lain.
Antara Pro dan kontra
Melihat sejarah singkat dari perayaan maulid ini tentunya dapat kita simpulkan bahwa perayaan maulid masuk pada kategori bid'ah, yang berarti segala sesuatu baik berupa ibadah maupun adat (kebiasaan) yang tidak pernah dilakukan semasa Rasulullah SAW. Sehingga dalam hal ini banyak menimbulkan polemik dikalangan umat islam, ada yang pro dan ada yang kontra, sehingga hal ini menimbulkan sentimen golongan.
Perlu kita ketahui, bahwasannya bid'ah ini secara global menurut para ulama' terbagi menjadi dua. Yaitu, bid'ah sayyi'ah dan bid'ah hasanah. Bid'ah sayyiah adalah bid'ah yang tidak ditemukan dasar dari syari'at maupun kaidah-kaidah syara' dalam melakukannya, sehingga bida'ah inilah yang dikatakan bid'ah dlolalah dalam hadits:
.......كل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة وكل ضلالة في النار
"……semua perkara yang ditimbulkan baru (dalam Islam) adalah bid'ah dan semua bid'ah itu sesat dan semua yang sesat itu tempatnya neraka"
Dalam hadits di atas para ulama' mengarahkannya pada bid'ah yang sayyi'ah. Walaupun redaksinya menggunakan lafadz kullun yang berarti 'am (umum) yang mencakup semua afrod (Individu) dari mudhof ilaih (lafadz yang sesudah kullun). Namun sebagaimana diketahui bahwa dalam disiplin ilmu mantiq lafadz kullun ini ada yang bermakna kull yang berarti menghukumi sesuatu secara umum tidak mencakup perindividu, contoh
كل الطلبة في الأرهار ذكي
"semua siswa di azhar pintar-pintar"
Kata-kata ini tidak bisa memberi kefahaman bahwa keseluruhan siswa azhar pintar-pintar, karena tidak semua siswa disana pintar-pintar namun juga ada yang bodoh. Lafadz kullun pada contoh di atas hanya untuk menunjukkan secara global saja tidak sampai mencakup perindividu dari siswa-siswa azhar. Yang kedua bermakna kully, yang berarti meghukumi semua afrod (individu) yang ada pada mudlof ilaih. Contoh:
كل مشكر خمر
"setiap sesuatu yang memabukkan adalah arak"
lafadz kullun pada contoh di atas itu mencakup keseluruhan afrod dari musykir, jadi memberi kefahaman bahwa setiap perkara yang memabukkan, baik dari jenis apapun yang penting ada unsur musykir (memabukkan) maka masuk dalam kategori arak.
Begitu juga pada hadits yang telah lewat, jika lafadz kullun diarahkan pada kully maka segala sesuatu yang ada sekarang adalah bid'ah yang nantinya dihukumi dengan dholalah, kalau begitu para shohabat Nabi SAW pun tak luput dari bid'ah yang dholalah. Padahal kita diperintahkan untuk mengikuti para shahabat sebagaimanaRasulullah SAW telah bersabda:
.....قيل ومن هو أهل السنة والجماعة ؟ قال : ما انا عليه واصحابي. (رواه ابن ماجة)
….….ditanyakan kepada Rasulullah, sipakah ahlu sunnah wal jama'ah itu? Beliau menjawab: orang-orang yang mengikuti apa yang aku dan shabatku lakukan" (HR. Ibnu Maajah)
اصحابي كانجوم بايهم اقتديتم اهتديتم
"para shahabtku itu bagaikan kumpulan bintang, dengan mengikuti yang manapun dari mereka kamu akan mendapat petunjuk"
Jadi bisa diambil kesimpulan bahwa kullun pada hadits diatas mengandung dua arti dari kata kullun yang bersifat kull dan kully, yang pertama pada lafadz كل محدثة بدعة kullun disini bersifat kully yang berarti semua hal yang baru yang tidak ada pada masa Nabi SAW dikategorikan bid'ah. Kemudian pada lafadz selanjutnya kullun bersifat kull yang menimbulkan kefahaman berarti tidak sumua sesuatu yang baru yang tidak ada pada masa Nabi Muhammad SAW adalah bid'ah yang dholalah. Kemudian kullun yang terakhir ini bersifat kully yang berarti setiap sesuatu yang sesat itu masuk neraka.
Kedua adalah bid'ah hasanah, yaitu bid'ah yang mempunyai tendensi atau dasar dari syara' atau kaidah-kaidah syara' dalam melakukannya, jadi tidak hanya asal-asalan dalam melakukannya. Dan termasuk bid'ah yang hasanah disini adalah mengadakan maulid Nabi Muhammad SAW.
Perayaan maulid ini bukan tanpa dasar, baik dari nash hadits, atsar maupun Al Qur'an mendukung diadakannya perayaan maulid ini. Dari hadits seperti yang sudah masyhur:
من عظم ملدي كنت شفيعا له يوم القيامة
Sedangkan dari atsar:
وقال ابو بكر الصديق رضي الله عنه : من انفق درهما في مولد النبي صلى الله عليه وسلم كان رفيق في الجنة.
Adapun dalil dari al Qur'an sebagai berikut:
قل بفضله وبرحمته فبذلك فاليفرحوا هو خير مما يجمعون
Katakanlah: "Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan".
Walhasil, setelah melihat penjelasan di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa merayakan maulid Nabi Muhammad SAW masih ada khilaf, namun pendapat yang kuat mengatakan bahwa ini merupakan sebuah bid'ah hasanah yang sunnah sebagaimana pendapat dari imam Abu Syaamah guru dari Imam Nawawi yang berpendapat "bahwa termasuk dari bid'ah yang hasanah adalah bid'ah yang diadakan dizaman kita, yaitu amal-amal yang dilakukan setiap tahun yang bertepatan dengan hari kelahiran beliau Nabi Muhammad SAW berupa shodaqoh, berbuat baik dan memperlihatkan kegembiraan, maka itu semua disamping adanya unsur berbuat baik pada orang-orang fakir juga memperlihatkan wujud cinta kepada Nabi Muhammad SAW dan mengagungkan beliau di dalam hati orang yang melakukan hal-hal tersebut. Dan juga sebagai wujud rasa syukur kepada Allah SWT atas karuniaNya yang berupa penciptaan Nabi Muhammad SAW yang diutus sebagai rahmatan lil 'alamiin". Wallahu a'lam bisshowab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar