Selasa, 20 Juli 2010

Self Control


Jika anda termasuk penggemar anime atau kartun Jepang, pasti sudah tidak asing lagi dengan anime yang bejudul Naruto. Di dalam serial tersebut tokoh utamanya digambarkan sebagai seseorang yang memiliki siluman rubah ekor Sembilan di dalam tubuhnya, yang sewaktu-waktu dapat menguasai dirinya jika dia tersulut emosinya.
Bagi sebagian orang mungkin memandang bahwa itu hanya serial kartun anak-anak yang tidak begitu penting dan hanya buat seru-seruan. Namun jika kita mengamati serial ini dengan sudut pandang  yang lain,kita akan dapat mengambil Ibroh (pelajaran) dari serial ini.
Sebagaimana penggambaran dalam serial diatas, setiap dari kita juga menyimpan siluman yang bernama nafsu yang selalu mengintai dan menunggu untuk keluar dari diri kita. Dan sebagaimana tokoh utama serial tersebut, jika kita sudah dikuasai oleh nafsu ini maka kita akan mudah untuk jatuh kedalam kemaksiatan, karean memang itulah karakteristik dari nafsu yang selalu mengajak manusia untuk melakukan perbuatan yang jelek
sebagaimana firman Allah SWT :
إن النفس لأمارة بالسوء
“Sesungguhnya nafsu itu banyak memerintahkan dengan kejelekan”
Kemudian hal yang dapat memicu keluarnya nafsu adalah emosi, emosi merupakan sifat yang dimiliki oleh manusi yang berupa rasa marah, senang, sedih dll yang merupakan respon dari apa yang dihadapi oleh manusia. Tapi kemudian kata emosi ini lebih banyak digunakan untuk menunjukkan rasa marah dari pada rasa-rasa yang lain. Emosi ini –sebagaimana rasa-rasa yang lain- merupakan sifat yang alami yang dimiliki oleh manusia. Namun emosi yang tidak terkendali akan sangat merugikan, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Maka dari itu dalam Islam sendiri seorang muslim itu diharuskan bisa menahan diri atau mempunyai self control. Kenapa begitu, ini dikarenakan ketika seseorang sedang terbakar emosinya maka nafsu yang ada dalam dirinya akan muncul dan melakukan hal-hal yang mungkin akan ia sesali kemudian, seperti mengeluarkan kata-kata kotor, umpatan, cacian dsb, melakukan anarkisme dan tindakan merusak lainnya. Jadi dia tidak hanya akan merugikan dirinya sendiri tapi juga dapat merugikan orang lain, dan juga dapat memancing bahaya pada dirinya karena adanya rasa ingin balas dendam dari pihak yang menerima kemarahan kita dan yang lebih parah itu dapat memutuskan tali silaturrahim antara kita umat Islam.
Seorang muslim haruslah mempunyai self control yang baik, karena jika seseorang mudah meluapkan emosinya maka ia tidak dapat berpikir dengan jernih, sehingga tidak optimal dalam bertindak karena pada waktu itu nafsunya lebih dominan dibanding akalnya. Maka dari itu dalam hukum Islam seorang hakim dilarang menggelar perkara jika emosinya sedang tidak stabil. Hal ini didasari bahwa ketika seseorang sedang tersulut emosinya maka dia tidak akan dapat berpikir jernih, sedangkan dalam masalah hukum ini seorang hakim dituntut untuk membuat putusan yang krusial yang menentukan hasil akhir sebuah perkara.
Memanfaatkan emosi lawan untuk mengalahkannya bukanlah sebuah rahasia lagi, bahkan ini sudah jamak terjadi dimana-mana. Yang istilah populernya adalah psy war atau perang urat saraf, yang mana setiap kubu mengucapkan sebuah statement yang berbau provokasi agar lawan tersulut emosinya dan kehilangan control pada dirinya sendiri. Tentunya para gibol (gila bola) masih ingat kasus sundulan kepala Zinedine Zidane kepada Marco Matterazi pada final piala dunia tahun 2006 di Jerman, terlepas dari siapa yang benar namun dari kejadian ini dapat kita ambil ibroh betapa pentingnya pengendalian diri, karena dengan tindakan Zidane tersebut akhirnya timnas Prancis kalah dari Itali dalam drama adu penalty.
Pentingnya pengendalian diri ini sendiri sudah didawuhkan oleh Rasulullah sallahu ‘alaihi wa sallam ketika ada seorang sahabat beliau yang meminta sebuah nasehat. Dalam sebuah hadits yang berbunyi :
عن أبي هريرة رضي الله عنه ، أن رجلا قال للنبي صلى الله عليه وسلم : أوصيني ، وقال : لاتغضب ، فردّد مرارا . قال : لاتغضب . (رواه البخاري ومسلم)
“Diriwayatkan dari Abu Hurairah : bahwasannya seseorang berkata kepada Nabi sallahu ‘alaihi wa sallam : berilah hamba sebuah wasiat, kemudian Nabi menjawab : jangan marah, kemudian orang tersebut mengulang permintaan tersebut berulang-ulang, Nabi menjawab : jangan marah.” HR. Bukhori dan Muslim.
Seseorang yang kuat bukanlah orang yang mampu mengalahkan orang lain dalam adu fisik atau semacamnya, tapi orang yang kuat adalah orang yang mampu mengalahkan emosinya ketika dia dalam keadaan marah, sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah R.A yang berbunyi :
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : " ليس الشديد بالصرعة ، إنما الشديد الذي يملك نفسه عند الغضب"
“Rasulullah sallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: orang yang kuat bukanlah orang yang dapat mengalahkan seseorang, tapi sesungguhnya orang yang kuat adalah orang yang mampu mengendalikan dirinya ketika dalam keadaan marah”
Mempunyai emosi bukanlah hal yang buruk, karena itu memang sudah menjadi thobiah atau watak bawaan manusia yang mana dalam mantiq manusia diartikan dengan :
حيوان ناطق
“hewan yang berfikir”
Jadi disamping manusia mempunyai akal manusia juga mempunyai sisi hewani yang berupa nafsu. Namun yang jadi pokok permasalahan adalah mampukah kita menunjukkan sisi manusia kita dan mengalahkan sisi hewaniah kita dengan mengendalikan emosi kita menggunakan akal kita sehingga kita terhindar dari hal-hal yang merugikan. Untuk dapat mengontrol emosi kita ada beberapa kiat yang patut kita coba :
  1. Melatih diri untuk selalu berbudi pekerti yang terpuji, seperti sabar, bersikap bijak dan berhati-hati dalam melakukan sesuatu.
  2. Mengekang atau menahan diri ketika dalam keadaan emosi dengan mengingat akibat yang akan ditimbulkan olehnya kelak, juga dengan mengingat keutamaan yang didapat dari menahan diri dan memaafkan orang yang berbuat jelek kepada kita.
  3. Memohon perlindungan dari Allah subhanahu wa ta’ala, karena emosi itu timbulnya dari syaitan maka mintalah perlindungan dari Allah untuk mengatasinya. Sebagaimana diterangkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Muslim :
استب رجلان عند النبي صلى الله عليه وسلم ، وأحدهما يسب صاحبه مغضبا قد احمر وجهه ، فقال النبي صلى الله عليه وسلم : " إني لأعلم كلمة ، لو قالها لذهب عنه ما يجد ، لو قال : أعوذ بالله من الشيطان الرجيم"
Ada dua orang yang saling mencaci dihadapan Nabi sallahu ‘alaihi wa sallam, dan salah satunya mencaci temannya dalam keadaan marah dan wajahnya sudah memerah, maka Nabi berkata : “sungguh aku akan memberitahukan sebuah kalimat, seumpama kalimat ini diucapkan olehnya maka akan hilanglah apa yang ada pada dirinya (marah), seumpama dia mengucapkan :
أعوذ بالله من الشيطان الرجيم "
  1. Merubah posisi ketika kita marah, sebagaimana diterangkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh imam Ahmad dan Abu Daud :
قال النبي صلى الله عليه وسلم : " إذا غضب أحدكم هو قائم فليجلس ، فإن ذهب عنه الغضب ،وإلا فليضطجع"
“Nabi sallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “kekita salah seorang dari kamu marah dalam keadaan berdiri maka duduklah, maka ketika kemarahannya sudah reda (tetaplah duduk) dan ketika marahnya tidak juga reda maka cobalah tidur dalam keadaan miring menghadap kiblat”
  1. Jangan berbicara ketika marah, karena kadang dia akan mengucapkan kata-kata yang akan disesalinya ketika kemarahannya sudah reda. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Tirmidzi dan Abu Daud :
إذا غضب أحدك فليسكت . قالها ثلاثا
“ketika seseorang dari kamu sedang marah maka diamlah” Rasulullah mengatakan demikia tiga kali berturut-turut.
  1. Berwudlu, karena marah merupakan panas maka dinginkanlah dengan air wudlu sehingga marah tersebut reda dengan wudlu tadi, sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Tirmidzi:
أنه صلى الله عليه وسلم قال: إن الغضب من الشيطان ، وإن الشيطان من النار ، فإذا غضب أحدكم فليتوضأ
Nabi bersabda: “sesungguhnya marah itu berasal dari syaitan, dan sesungguhnya syaitan itu diciptakan dari bara api, maka ketika salah seorang dari kamu sedang marah maka berwudlulah”.

Marah memang suatu hal yang dikatakan tidak terpuji atau kebiasaan yang buruk, maka orang yang temperamental akan dicap sebagai orang dengan perilaku buruk. Namun tidak semua emosi atau kemarahan itu dilarang oleh syari’at, karena ada saat dimana kita harus menunjukkan kemarahan kita, yaitu ketika agama kita diinjak-injak, adanya kemungkaran dan hal-hal yang melanggar syari’at Islam. Ketika berhubungan dengan semua itu kita harus marah, inilah yang ditunjukkan oleh Rasulullah sallahu ‘alaihi wa sallam ketika larangan yang telah ditetapkan oleh Allah dilanggar oleh manusia. Sebagaimana yang diterangkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Muslim dan lainnya :
أنه صلى الله عليه وسلم كان لايغضب لشيئ ، فإذا نتهكت حرمات الله عز وجل ، فحينئذ لا يقوم لغضبه شيئ . رواه البخاري ومسلم وعيرهما.
“Sesungguhnya Rasulullah sallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah marah pada sesuatu. Maka pada saat larangan-larangan Allah dilanggar, pada saat itulah tidak ada seorangpun yang dapat meredam amarah beliau”
 Namun kebolehan kita marah karena hal tersebut bukan berarti kita boleh meluapkan dengan cara apa saja, apalagi sampai melakukan tindakan yang menjurus pada anarkisme, pemikiran itu tidaklah benar. Disamping karena adanya kewajiban bertanggung jawab mengembalikan barang yang telah dirusak, juga Karena itu  sangat bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id al Khudzri yang berbunyi :
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : لاضرر ولاضرر
“sesungguhnya Rasulullah sallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ” janganlah membahayakan orang lain dan janganlah membahayakan dirimu sendiri”
Maka bolehlah kita marah tapi jangan sampai melakukan hal-hal yang menjurus pada anarkisme yang merugikan orang lain dan diri kita sendiri, pakai pikiran kalau mau bertindak jangan sampai menyesal dikemudian hari. Apalagi zaman sekarang, dimana umat Islam sedang menjadi sorotan dunia karena adanya kasus terorisme yang mengatasnamakan jihad dan Islam, yang disinyalir itu semua merupakan aksi provokasi dari pihak-pihak yang memusuhi dan tidak senang jika agama Islam terus berkembang, sehingga umat Islam saling tuding dan timbul perpecahan didalam umat Islam itu sendiri. Selain itu dengan maraknya aksi-aksi anarkisme yang diekspose oleh media,  baik cetak maupun elektronik, itu semua menambah daftar hitam yang semakin mengidentikkan agama Islam sebagai agama konflik yang menyukai kekerasan. Padahal faktanya tidaklah demikian Islam merupakan agama yang cinta damai, namun bukan berarti kita pasrah atau diam saja melihat agama atau saudara kita dihina di injak-injak dan dianiaya, tidak. Tapi karena jika kita membalas kekerasan itu dengan kekerasan maka itu akan dijadikan dalih untuk semakin menekan kita. Dalam peribahasa dikatakan “hati boleh panas tapi kepala harus dingin” maksudnya bolehlah hati kita terbakar oleh emosi namun cobalah kita salurkan emosi kita untuk hal-hal yang positif sehingga kita dapat menampik semua tuduhan yang dituduhkan kepada kita umat Islam, dan sukur-sukur bisa membantu saudara kita yang sedang mengalami kesulitan dan dianiayaya oleh orang-orang yang memusuhi umat Islam.
Walhasil, marah adalah salah satu hal yang harus kita hindari, tapi tidak selamanya marah mempunyai konotasi yang jelek. Boleh-boleh  saja kita marah karena itu memang suatu yang alami yang dimiliki oleh manusia, apalagi jika menyangkut masalah agama, tapi cobalah untuk menyalurkan energi kemarahan tersebut pada sesuatu yang lebih bermanfaat dari pada memakainya untuk tindakan-tindakan anarkisme yang mengakibatkan kerusakan baik materi maupun menimbulkan korban jiwa. Dan  cobalah kendalikan kemarahan tersebut jangan sebaliknya justru kita yang dikendalikan oleh amarah kita. Semoga bermanfaat.  Wallahu a’lamu bis showab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar